Tingkatkan Kapasitas SDM, BKSDA Sumsel laksanakan In House Training Penanganan Konflik Tenurial

By Admin BKSDA Sumsel 29 Agu 2022, 21:19:11 WIB Kegiatan
Tingkatkan Kapasitas SDM, BKSDA Sumsel laksanakan In House Training Penanganan Konflik Tenurial

Palembang (26/8) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Selatan (BKSDA Sumsel) mengadakan kegiatan In House Training Penanganan Konflik Tenurial dan Pendampingan Kemitraan Konservasi di Fave Hotel Palembang. Kegiatan ini diikuti oleh petugas di tingkat tapak antara lain Kepala Seksi Konservasi Wilayah, Kepala Resor selaku pendamping lapangan pelaksanaan kemitraan konservasi, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK), dan staf teknis lingkup Balai KSDA Sumatera Selatan.

Dalam menyelesaikan konflik tenurial, perlu adanya alternatif selain penegakan hukum salah satunya adalah penyelesaian konflik tenurial melalui mediasi konflik. Berdasarkan Pasal 1 (6) (7) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 1 Tahun 2008 menyebutkan bahwa mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan Untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.

Kawasan konservasi Indonesia yang luasnya mencapai 27,14 juta hektare dikelilingi kurang lebih 6.381 desa yang menggantungkan kehidupannya kepada kawasan konservasi. Akibatnya terjadi konflik antara masyarakat dengan pengelola kawasan konservasi. Konflik terjadi karena adanya perbedaan kepentingan. Di satu sisi, masyarakat membutuhkan penghidupan dari kawasan konservasi, kemudian di sisi yang lain, pengelola kawasan konservasi memiliki mandat untuk menjaga keutuhan, keaslian, dan kelestarian kawasan konservasi. Dalam situasi konflik kepentingan tersebut, pemerintah mengeluarkan Peraturan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem No. P.6/KSDAE/SET/Kum.1/6/2018 tentang Petunjuk Teknis Kemitraan Konservasi Pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Perdirjen KSDAE No. 6/2018).

Baca Lainnya :

Kemitraan atau pelibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan termasuk kawasan konservasi, sebenarnya sudah dilakukan pemerintah sejak lama. Jika merunut dari berbagai kebijakan pemerintah, kemitraan atau pelibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan dimulai sejak lahirnya UU No. 5/1990 hingga saat ini.

Materi yang disampaikan dalam kegiatan In House Training Penanganan Konflik Tenurial dan Pendampingan Kemitraan Konservasi sebagai berikut

  1. Pelaksanaan kemitraan konservasi setelah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja yang disampaikan oleh Direktorat Pengelolaan Kawasan Konservasi
  2. Assesment konflik : Pemetaan dan analisis konflik dan pembuatan peta jalan (road map) resolusi konflik (Praktisi/Aliansi Rakyat untuk Pelestarian Alam (ARuPA), Edi Suprapto)


Dalam pelaksanaan lapangan, penerapan pola kemitraan konservasi masih memiliki beberapa kendala, salah satunya adalah komunikasi. Kendala komunikasi dapat menjadi besar karena perbedaan pengetahuan dan cara berkomunikasi antara pengelola dengan masyarakat. Dalam rangka meminimalisir dan menjembatani permasalahan dimaksud, maka BKSDA Sumsel mengadakan kegiatan In House Training Penanganan Konflik Tenurial dan Pendampingan Kemitraan Konservasi.





Kemudian pada hari kedua peserta dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok berdasarkan seksi untuk membuat sebuah studi kasus pada wilayahnya mulai dari Analisis Sejarah, Analisis Aktor, Analisis Tipologi, Rekomendasi dan pada akhirnya dapat disusun Road Map Rencana Kerja Penanganan Konflik. Pada tugas ini Seksi Konservasi Wilayah (SKW) I mengambil studi kasus pada Suaka Margasatwa (SM) Dangku, SKW II pada SM Isau-isau dan SKW III pada TN Gunung Maras.

Dari seluruh kelompok telah dapat melakukan analisis yang diminta dari penugasan sampai dengan pembuatan Road Map Rencana Kerja dengan beberapa catatan sebagai berikut :

  1. Perlu penajaman dalam analisis sejarah berupa proses tata batas dan resume konflik
  2. Pemetaan Desa sekitar dengan luas dan jarak dari kawasan
  3. Dalam pemetaan aktor, masih kurang banyak dalam menganalisis aktor aktor yang terlibat dan dapat dilibatkan yang potensial, sehingga perlu lebih dilakukan
  4. Masih adanya permasalahan dalam Blok/Zona Perlindungan dan Inti sehingga perlu adanya evaluasi blok dalam rekomendasi
  5. Penanganan konflik pada satu wilayah yang telah dilakukan kesepakatan bukan berarti selesai permasalahan, namun perlu terus dilakukan pendampingan














Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment