MENGUAK PESONA GUA RIMBA PASEMAH
Oleh : Octavia Susilowati

By Admin BKSDA Sumsel 28 Des 2022, 07:30:15 WIB Kawasan
MENGUAK PESONA GUA RIMBA PASEMAH

Keindahan Stalaktit dan Stalakmit Gua Patiwang

Sumatera Selatan memiliki kawasan konservasi dengan tipe hutan dataran tinggi di wilayah Kabupaten Lahat yaitu Hutan Suaka Alam Kelompok Hutan (HSA KH) Gumai Tebing Tinggi. Sebelumnya kawasan ini ditunjuk sebagai Suaka Margasatwa (SM) dengan nama SM Gumai Pasemah. Berbagai potensi wisata di dalamnya sampai dengan saat sekarang masih belum terkelola dengan baik dan dalam tahap pengembangan. Sampai dengan saat ini, teridentifikasi sebanyak 31 lokasi gua di dalam kawasan HSA KH Gumai Tebing Tinggi. Sebagian besar berada di wilayah administrasi Desa Sukajadi.

Terbitnya Peraturan Pemerintah terbaru di bidang pengusahaan pariwisata alam memungkinkan diberikannya izin pengusahaan pariwisata alam bagi pihak-pihak yang tertarik untuk mengembangkan potensi wisata di dalam kawasan konservasi, khususnya di kawasan suaka alam. Khusus untuk kawasan suaka alam (suaka margasatwa), izin yang bisa diberikan hanya Izin Usaha Penyediaan Jasa Wisata Alam (IUPJWA) untuk wisata alam terbatas, seperti usaha jasa informasi pariwisata, pramuwisata, penyediaan cinderamata, transportasi, makanan dan minuman, serta perjalanan wisata. Wisata terbatas yang dapat dilakukan berupa kegiatan mengunjungi, melihat, menikmati keindahan alam dan keanekaragaman tumbuhan serta satwa yang ada di dalamnya.

Baca Lainnya :

Tabel 1. Daftar Gua Karst di Kawasan HSA KH Gumai Tebing Tinggi


Potensi gua di kawasan HSA KH Gumai Tebing Tinggi memungkinkan untuk membuka peluang usaha wisata minat khusus, khususnya di wilayah Kabupaten Lahat. Wisata gua atau caving sangat berpotensi memberikan pemasukan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Kegiatan ekowisata di dalam kawasan konservasi berpotensi menimbulkan kerusakan kawasan apabila tidak dilakukan pengawasan. Pengawasan dan pembinaan terhadap masyarakat pelaku usaha maupun para pengunjung HSA KH Gumai Tebing Tinggi perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

Perlu koordinasi dan kerjasama yang baik antara Balai KSDA Sumatera Selatan dengan pelaku usaha dan Pemerintah Daerah Kabupaten Lahat, dalam mengembangkan potensi ekowisata di HSA KH Gumai Tebing Tinggi kedepan. Dengan tingginya potensi wisata minat khusus caving atau penelusuran gua akan semakin membuka peluang usaha bagi masyarakat sekitar kawasan HSA KH Gumai Tebing Tinggi. Harapannya dengan adanya berbagai peluang usaha wisata akan berpotensi meningkatkan perekonomian masyarakat.

Pihak Balai KSDA Sumatera Selatan melalui Seksi Konservasi Wilayah II yang berkedudukan di Lahat juga perlu melakukan kegiatan sosialisasi peraturan terkait kegiatan pengusahaan pariwisata alam di kawasan konservasi. Hal ini penting dilakukan untuk meningkatkan minat masyarakat/ pelaku usaha di dalam pemanfaatan potensi wisata yang ada di kawasan HSA KH Gumai Tebing Tinggi dalam rangka peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Akan tetapi yang paling utama adalah memberikan kesadaran bagi masyarakat sekitar kawasan HSA KH Gumai Tebing Tinggi akan pentingnya nilai konservasi dari kawasan konservasi yang dapat memberikan manfaat bagi kelangsungan hidup mereka kedepan.

MacKinnon et al. (1986) menyatakan bahwa pengelolaan kawasan konservasi tidak terlepas dari dukungan masyarakat dan sikap masyarakat terhadap kawasan ditentukan oleh tingkat ketergantungan mereka terhadap kawasan tersebut. Partisipasi masyarakat lokal berperan penting dalam upaya konservasi kawasan (Pretty & Smith 2004). Adanya partisipasi masyarakat tersebut akan merubah ekosistem suatu kawasan (Throop & Purdom 2006). Bogati (2012) menyatakan bahwa masyarakat akan berperan secara aktif terhadap upaya konservasi kawasan apabila memiliki pemahaman mengenai jasa lingkungan yang diberikan oleh suatu kawasan konservasi terhadap kehidupan mereka. Masyarakat yang telah termotivasi dalam upaya konservasi akan berperan penting di dalam menekan timbulnya gangguan terhadap kawasan konservasi (Forman & Gordon 1986 dalam Bogati 2012).


Tutupan Vegetasi di HSA KH Gumai Tebing Tinggi

Kawasan HSA KH Gumai Tebing Tinggi di Kecamatan Pseksu memiliki beberapa gua yang berpotensi sebagai obyek wisata alam. Beberapa gua yang berhasil diidentifikasi dan dilakukan penelusuran antara lain Gua Patiwang, Gua Payang 1, Gua Payang 2, dan Gua Simpang.

Gua Patiwang


Gua Patiwang merupakan salah satu gua yang berhasil diidentifikasi oleh tim dari SKW II Lahat. Akses menuju gua ini melewati jalan perkampungan baik yang telah diaspal maupun dicor, jalan tanah dan juga melewati jalan rintisan, dengan waktu tempuh sekitar 6 jam.

Perjalanan yang cukup jauh dan cukup melelahkan tersebut akan terbayar dengan melihat keindahan gua yang terpampang di depan mata. Ditambah lagi dengan adanya keindahan stalagtit ataupun stalagmit Gua Patiwang yang semakin memanjakan mata yang memandangnya. Sungguh karunia Allah SWT yang tiada tara. Gua Patiwang diperkirakan memiliki panjang lebih dari 150 m dengan tinggi lebih dari 15 m. Karakteristik gua tersebut cukup menantang nyali dan menawarkan petualangan yang cukup menarik bagi para pecinta petualangan alam dan pecinta gua.

Para petualang akan disuguhi berbagai bentuk bebatuan di dalam gua yang menyerupai karang. Selain itu adanya lorong-lorong yang berukuran kecil maupun yang seukuran badan manusia yang mengarah ke bawah semakin menambah serunya petualangan gua. Meski begitu, bagi para petualang gua harus berhati-hati ketika memasuki kawasan ini karena kondisi di dalam gua sangat lembab dan terjal.

Gua Payang 1


Gua Payang 1 yang berhasil diidentifikasi oleh tim dari SKW II Lahat ini merupakan salah satu potensi wisata gua yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan income negara dari sektor ekowisata. Gua ini memiliki bibir gua selebar 2 m x 1 m dengan penampakan seperti kedalaman sumur  sekitar 10 m. Setelah masuk ke dalamnya akan terlihat lorong-lorong gua yang berukuran kecil sampai seukuran badan orang dewasa. Panjang ataupun tinggi dari gua ini belum dapat dipastikan oleh tim. Ekspedisi gua perlu dilakukan lebih lanjut untuk mengetahui potensi pengembangannya.

Gua Payang 2

Gua Payang 2 merupakan salah satu gua yang berhasil diidentifikasi berada di dalam kawasan HSA KH Gumai Tebing Tinggi dengan kondisi yang hampir serupa dengan gua-gua yang lain. Bibir Gua Payang yang berukuran 0.5 m x 1 m membuat tim tidak dapat melihat kondisi di dalam gua. Beberapa satwa yang terlihat berada di dalam gua antara lain burung sriti dan burung walet. Dari hasil pengamatan di lokasi yang menunjukkan adanya beberapa burung yang mati, tim menyimpulkan bahwa di dalam gua masih terdapat ular berbisa. Keberadaan ular yang berbisa tersebut perlu diwaspadai agar tidak membahayakan pengunjung apabila gua Payang 2 ini dikembangkan.


Gua Payang 2

Gua Simpang

Gua Simpang berbentuk seperti sumur dengan ukuran bibir gua selebar 8 m x 1 m dan kedalaman sekitar 15 m. Untuk mencapai bibir gua tersebut, petualang gua dapat menggunakan tali dan peralatan lain yang mendukung. Ketinggian Gua Simpang belum dapat diprediksi secara pasti oleh tim sehingga diperlukan eksplorasi lebih lanjut untuk mengetahui kondisi gua dan potensi pengembangannya di masa mendatang.

Gua Simpang memiliki potensi keindahan wisata yang dapat dijadikan sebagai salah satu ODTWA untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar HSA KH Gumai Tebing Tinggi. Dengan dikembangkannya potensi wisata minat khusus ini diharapkan akan semakin membuka peluang usaha bagi masyarakat sekitar kawasan HSA KH Gumai Tebing Tinggi.

Gua Simpang

Gua Sepenggang 1

Gua Sepenggang I merupakan gua vertikal yang mempunyai 4 pitch (lorong vertikal) dan 5 teras serta mempunyai kedalaman 74 m. Masing-masing pitch memiliki kedalaman yang berbeda-beda. Pitch pertama memiliki kedalaman 23 m, pitch kedua memiliki kedalaman 29 m, pitch ketiga dengan kedalaman 12 m, dan pitch keempat dengan kedalaman 7 m. Kondisi di dalam Gua Sepinggang tidak terdapat aliran air yang deras yang masuk ke dalam gua sehingga apabila dilakukan penelusuran gua pada musim penghujan dirasa masih cukup aman.



Sumber: @mapatri_palembang

Gua Durian Daun

Gua Durian Daun merupakan gua horizontal dengan lorong sepanjang 41 m, lebar sekitar 4-5 m dan tinggi sekitar 4 m. Perjalanan menuju gua cukup menantang karena harus melewati jalan terjal dan landai serta jurang. Di dalam gua ditemukan berbagai ornamen gua seperti stalaktit, flowstune dan gourdam. Flowstune merupakan endapan kalsit atau mineral karbonat lainnya seperti lembaran, terbentuk di mana air mengalir ke bawah dinding atau di sepanjang lantai gua.

Sumber: @mapatri_palembang

Keberadaan burung walet di dalam gua-gua kawasan HSA KH Gumai Tebing Tinggi tidak dapat dimanfaatkan sebagaimana halnya keberadaan burung walet di kawasan lain. Hal ini sebagaimana ketentuan di dalam Pasal 4 Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 100/Kpts-II/2003 dan Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: SE.3/MENLHK/KSDAE/KSA.2/5/2018 yang menerangkan bahwa pemanfaatan sarang burung walet di habitat alami dapat dilakukan dalam kawasan hutan produksi, hutan lindung, zona pemanfaatan tradisional taman nasional, blok pemanfaatan taman hutan raya, blok pemanfaatan taman wisata alam, taman buru serta pada habitat-habitat alami di luar kawasan hutan. Pemanfaatan sarang burung walet tidak dapat dilakukan di dalam kawasan cagar alam dan suaka margasatwa.

Potensi pengembangan wisata minat khusus bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat akan menjadi modal peningkatan kesadaran masyarakat di dalam upaya konservasi kawasan HSA KH Gumai Tebing Tinggi. Dengan mengetahui potensi gua dalam kawasan HSA KH Gumai Tebing Tinggi sebagai Obyek Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA), masyarakat diharapkan akan menyadari bahwa upaya konservasi kawasan penting dilakukan demi peningkatan ekonomi mereka kedepan. Hal ini sejalan dengan paradigma baru Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) yang mengedepankan upaya pemanfaatan untuk mendukung upaya perlindungan dan pengawetan.

DAFTAR PUSTAKA

Bogati R. 2012. Forest habitat restoration in lowland Nepal: tiger as the restoration success indicator species [disertasi]. Dortmund: Department of Spatial Planning Dortmund University of Technology.

MacKinnon J, MacKinnon K, Child G, Thorsell J. 1986. Pengelolaan Kawasan yang dilindungi di Daerah Tropika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pretty J, Smith D. 2004. Social capital in biodiversity conservation and management. Conservation Biology 18:631-638.

Saputra M.T dkk. 2022. Laporan Hasil Eksplorasi Kawasan Karst Hutan Suaka Alam Gumai Tebing Tinggi Kikim Selatan [tidak dipublikasikan].

Throop W, Purdom R. 2006. Wilderness restoration: the paradox of public restoration. Restoration Ecology 14:493-499.









Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment