MENGENAL CAPUNG TWA GUNUNG PERMISAN
Oleh : Octavia Susilowati , M Dedi Susanto

By Admin BKSDA Sumsel 28 Agu 2023, 09:09:44 WIB Fauna
MENGENAL CAPUNG TWA GUNUNG PERMISAN

Keterangan Gambar : Acisoma panorpoides


Capung dikelompokkan kedalam ordo Odonata. Odonata artinya rahang bergigi di bagian ujung labium (bibir bawah) terdapat tonjolan (spina) tajam menyerupai gigi Capung termasuk kelompok serangga purba yang bertahan hidup dalam berbagai perubahan jaman. Hal ini menunjukkan bahwa capung adaptif terhadap perubahan lingkungan.

Laily et al. (2018) menyatakan bahwa capung memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan rantai makanan di dalam ekosistem. Capung merupakan Flagship Species yang menjadi predator teratas dalam rantai makanan di ekosistem perairan (Buchori et al. 2019). Capung berperan sebagai predator serangga-serangga kecil, bahkan memakan capung yang lebih kecil (Rahadi 2013 dalam Laily et al. 2018), sehingga dapat berperan sebagai penyeimbang populasi serangga lain (Subramanian 2005 dalam Wijayanto 2017).

Selain sebagai predator, capung juga dapat dijadikan sebagai bioindikator di suatu lingkungan perairan. Buchori et al. (2019) menyatakan bahwa capung tidak hanya digunakan sebagai bioindikator perairan bersih, akan tetapi capung dewasa juga merupakan indikator yang bagus untuk melihat perubahan kompleks suatu lanskap. Nimfa capung sangat sensitif terhadap perubahan kualitas perairan (kimiawi perairan). Odonata hidup di perairan pada saat kondisi pra dewasa (nimfa), sehingga dapat dijadikan sebagai indikator kualitas perairan atau sebagai agen untuk memonitor kualitas perairan. Hal ini karena Odonata termasuk serangga air yang sangat sensitif terhadap perubahan kandungan zat di dalam air (Rini 2011 dalam Wijayanto 2017). Nimfa-nimfa capung yang memilki sensitivitas tinggi terhadap perairan akan mati dan keberadaannya di alam akan terancam punah (Kalkman 2008 dalam Laily et al. 2018). Sensitivitas mereka terhadap kondisi perubahan lingkungan membuat capung sangat baik sebagai indikator biologis kondisi lingkungan yang berubah. Hubungan capung dengan habitatnya sangat erat kaitannya dengan kepentingan fungsional mereka dalam ekosistem, dan hubungannya dengan spesies dan sumber daya lainnya.

Baca Lainnya :

Wijayanto (2017) menyatakan bahwa komunitas Odonata di suatu wilayah dapat dipengaruhi oleh keanekaragaman jenis Odonata, kondisi lingkungan (faktor biotik dan abiotik), serta habitat yang beranekaragam. Tingkat keanekaragaman capung dan komposisi jenis pada masing-masing habitat dipengaruhi oleh kondisi tutupan vegetasi. Terdapat hubungan antara kondisi tutupan vegetasi dan komposisi jenis capung, yang mempengaruhi keberadaan dan sebaran capung dalam suatu habitat, dan dapat digunakan untuk menggambarkan kesehatan lingkungan terestrial non akuatik. Hanum et al. (2013) menyebutkan bahwa preferensi habitat capung ketika masih pra dewasa (nimfa) adalah daerah perairan yang tidak tercemar dan terdapat banyak vegetasi. Vegetasi sangat penting bagi Odonata karena digunakan untuk tempat meletakkan telur-telurnya (Rahadi et al. 2013 dalam Wijayanto 2017). Malmqvist (2002) dalam Fitria et al. (2019) menyatakan bahwa, preferensi habitat Odonata dewasa berbeda. Ada yang menyukai habitat dengan vegetasi cukup lengkap, sementara spesies yang lainnya tidak.

Jumlah Odonata di dunia mencapai 5.680 dan jenis Odonata di Indonesia mencapai 900 species atau sekitar 15% dari populasi yang ada di dunia (Wardhana, 2016). Keanekaragaman capung di Indonesia diperkirakan mencapai 1.287 jenis dengan catatan 24 jenis merupakan jenis endemik (Widjaja et al. 2014). Jumlah ini diperbaharui oleh Indonesia Dragonfly Society (IDS) dalam Jambore Capung III pada tahun 2019 menjadi sejumlah 1.126 spesies. Odonata yang telah ditemukan diseluruh dunia berjumlah 29 Famili (Hanum et al., 2013). Odonata dibagi menjadi dua sub ordo yaitu sub ordo Zygoptera dan sub ordo Anisoptera (Lino et al. 2019). Kedua sub ordo tersebut dapat dibedakan dari bentuk tubuh dan matanya. Bentuk tubuh Anisoptera lebih besar dibandingkan Zygoptera. Bentuk mata pada Anisoptera menyatu sedangkan pada Zygoptera terpisah. Perilaku terbang Anisoptera memiliki wilayah jelajah yang lebih luas dibandingkan Zygoptera (Rahadi 2013).

Sumber: Puslit Biologi LIPI (2014) dalam Widjaja et al. (2014)

Jumlah Jenis Capung di Indonesia

Keberadaan capung jarum sebagai salah satu serangga yang ada di bumi Nusantara sepertinya dianggap kurang “seksi” bila dibandingkan satwa jenis lain. Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.106/MENLHK/ SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa dilindungi, dari sekian banyak jenis serangga yang ada, yang masuk di dalam perlindungan hanyalah dari jenis kupu-kupu. Sementara capung jarum dan jenis lain yang memiliki peran di dalam keseimbangan ekologi belum mendapatkan perhatian khusus. Peran odonata, baik capung maupun capung jarum yang perlu diketahui antara lain sebagai bioindikator pencemaran lingkungan dan agen pengendali hayati (predator hama).

Libellago aurantiaca

Kusumaningrum et al. (2022) menyatakan bahwa inventarisasi terhadap keragaman odonata di suatu wilayah dapat digunakan sebagai parameter keberhasilan konservasi di wilayah tersebut. Di kawasan TWA Gunung Permisan ditemukan sekitar 25 jenis capung dari sub ordo Anisoptera (2 famili, 14 jenis) dan Zygoptera (6 famili, 11 jenis). Dari 25 jenis capung yang telah teridentifikasi tersebut, 21 jenis diantaranya merupakan jenis yang telah dinilai oleh The International Union for Conservation of Nature's Red List of Threatened Species (IUCN) dengan kategori Least Concern (resiko rendah). Jenis yang paling banyak ditemukan di TWA Gunung Permisan adalah Libellago aurantiaca. Dengan teridentifikasinya 25 jenis capung di kawasan TWA Gunung Permisan memberikan gambaran bahwa kawasan ini memiliki lingkungan yang masih relatif baik dan terjaga. Daftar jenis capung di TWA Gunung Permisan sebagaimana disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Ragam Capung di TWA Gunung Permisan

Sumber: Kusumaningrum et al. (2022)

Berdasarkan data dalam Tabel 1 diketahui bahwa odonata yang mendominasi kawasan TWA Gunung Permisan adalah dari sub ordo Anisoptera (capung jarum) Famili Libelluidae. Suhonen et al. (2010) dalam Pujiastuti et al. (2017) menyatakan bahwa keberadaan capung jarum dipengaruhi oleh kualitas habitat. Menurut Sigit et al. (2013) dalam Fitria et al. (2019) Libellulidae adalah famili Odonata yang paling sering dijumpai sehari-hari dan paling beragam warnanya. Dapat dikenali dari berbagai corak sayapnya yang mencolok. Abdomennya cenderung tipis dan melebar. Sensitivitas Libellulidae dewasa terhadap perubahan ekosistem terdapat pada lintas spesies dan beberapa saling tumpang tindih antar spesies Odonata (Kutcher& Bried 2014 dalam Fitria et al. 2019). Tingkat sensitivitas spesies Odonata dewasa sangat beragam, ada yang sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan sehingga ketika lingkungan alaminya berubah maka jenis tersebut akan menyingkir pergi. Lingkungan tepi sungai dengan vegetasi beragam dengan semak dan rumput akan menyediakan tempat untuk bertengger, mencari makan dan menghindari predatornya sehingga jumlah populasinya meningkat, sebaliknya yaitu hilangnya vegetasi yang beragam akan menurunkan jumlah populasinya.

Famili Libellulidae membutuhkan cukup sinar matahari yang intens untuk bertengger, berburu dan kawin. Spesies ini mampu bertahan hidup diberbagai karakteristik lingkungan perairan (Irawan&Rahadi2016 dalam Kusumaningrum et al. 2022) yang membuktikan bahwa keluarga Libellulidae memiliki daya adaptasi yang cukup baik (Fitriani 2016 dalam Kusumaningrum et al. 2022). Jenis odonata dari subordo Anisoptera yang memiliki peringkat tertinggi adalah Orthetrum sabina. Berdasarkan Nugrahani (2014),Orthetrum sabina adalah odonata yang sangat toleran terhadap perubahan lingkungan. Berdasarkan Albab et al.(2019) dalam Kusumaningrum et al. (2022), nimfa Orthetrumsabina tahan terhadap salinitas di perairan.

Buchori et al. (2019) menyatakan bahwa golongan capung jarum (Zygoptera) dari famili Coenagridae, Platycnemididae, dan capung besar (Anisoptera) famili Aeshnidae merupakan jenis yang bisa digunakan sebagai penanda kualitas habitat terestrial. Jenis-jenis tersebut membutuhkan tutupan vegetasi sedang hingga rapat, jika tutupan vegetasi mengalami perubahan atau alih fungsi, keberadaan jenis-jenis tersebut akan hilang. Pada kawasan TWA Gunung Permisan ditemukan jenis capung dan capung jarum yang sensitif terhadap perubahan tutupan vegetasi. Jenis capung jarum dari Famili Coenagridae antara lain Agriocnemis femina, Ceriagrion cerinorubellum, Ischnura senegalensis dan Pseudagrion microcephalum. Dan dari famili Platycnemididae yaitu Pseudiipera ciliata. Untuk odonata dari sub ordo Anisoptera di TWA Gunung Permisan yang termasuk dalam jenis sensitif dari famili Aeshnidae yaitu Gynacantha dohrni.

Capung dari famili Coenagrionidae merupakan jenis capung yang umum dan mudah dijumpai pada berbagai habitat (Siregar 2011 dalam laily et al. 2018). Hal ini dikarenakan famili Coenagrionidae mampu beradaptasi terhadap lingkungan dan memiliki persebaran yang luas (Koneri 2017 dalam Laily et al. 2018). Dan spesies yang sering dijumpai pada habitat perairan adalah Agriocnemis femina (Laily et al. 2018). Agriocnemis femina adalah capung jarum yang mudah ditemukan di sekitar perairan, banyak bertengger di tanaman air dan dapat dijumpai sepanjang tahun. Keberadaan capung yang ditemukan pada habitat perairan, menandakan kualitas perairan di wilayah tersebut baik untuk perkembangan capung (Laily et al. 2018).

Capung merupakan serangga dengan penyebaran yang luas, mulai dari hutan, kebun, sawah, sungai, danau, pantai dan lain-lain. Capung ditemukan mulai dari tepi pantai hingga ketinggian 3.000 mdpl. Berdasarkan penelitian Sugiman et al. (2020), spesies odonata dari sub ordo Zygoptera cenderung lebih umum ditemukan pada ekosistem lotik seperti saluran air. Ekosistem lotik adalah ekosistem dengan aliran air yang terus menerus dengan tingkat oksigen terlarut relatif tinggi.


Sumber: Kusumaningrum (2022)

Jenis capung dari subordo Zygoptera yang dijumpai di TWA Gunung Permisan: Vestalis amethystine (A); Agriocnemis femina (B); Ceriagrion cerinorubelum (C); Ischnura senegalensis (D); Pseudagrion microcephalum (E); Libellago aurantiaca (F); Euphaea impar (G&H); Pseudocopera ciliata (I); Prodasineura verticalis (J); Prodasineura collaris (K)

Hasil penelitian Kusumaningrum et al. (2022) menunjukkan bahwa kekayaan spesies capung di kawasan TWA Gunung Permisan tertinggi pada area yang bersinggungan dengan aktivitas manusia, dan hanya beberapa spesies yang mampu bertahan dan beradaptasi. Kawasan TWA Gunung Permisan diketahui memiliki berbagai jenis tumbuhan air maupun vegetasi terestrial yang mampu mendukung kelangsungan hidup berbagai jenis serangga, khususnya ordo odonata. Keberadaan capung di kawasan TWA Gunung Permisan.

Kawasan TWA Gunung Permisan memiliki sumber air (hulu sungai) yang sangat penting bagi masyarakat desa di sekitar kawasan. Sungai-sungai kecil yang berasal dari kawasan mengalir menuju sungai yang lebih besar atau bermuara di laut. Beberapa sungai kecil yang berasal dari kawasan TWA Gunung Permisan antara Air Bulan, Air Basung, Air Empat, Air Rajik, Air Besar, AirMekatak, Air Sriga, Air Icing, Air Permis, Sungai Pemancingan, Sungai Tetutuk, Sungai Tambak, Sungai Tekuruk dan Sungai Jering. Adapun sungai-sungai besar yang bersumber dari kawasan TWA Gunung Permisan antara lain Sungai Balar (Desa Gudang dan Sebagin), Sungai Puyuk (Desa Simpang Rimba), Sungai Kabal (Desa Sebagin) dan Sungai Bangka Kota (Desa Simpang Rimba).

Ekosistem TWA Gunung Permisan yang relatif masih baik terlihat dari alur tubuh air (A) dan hamparan permadani hijau di TWA Gunung Permisan (B)

Buchori et al. (2019) menyatakan bahwa capung memiliki nilai konservasi yang bermanfaat bagi masyarakat luas, yaitu sebagai indikator untuk mengetahui seberapa baik kualitas habitat di lingkungan yang mereka tempati. Keberadaan odonata di kawasan TWA Gunung Permisan juga menjadi indikator biologis bahwa kondisi perairan yang bersumber dari kawasan masih tetap terjaga dengan baik sehingga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar kawasan. Upaya konservasi odonata di kawasan TWA Gunung Permisan harus diperhatikan mengingat peran dari capung yang sangat krusial. Capung khususnya capung jarum memiliki berbagai peran penting dalam lingkungan, seperti indikator kesehatan air, pemangsa bagi serangga hama pengganggu tanaman, serta menjaga kestabilan ekosistem pertanian. 

DAFTAR PUSTAKA

Buchori D., Ardian D., Salaki LD., Prnanda D., Agustina M., Pradana E.W, Rahadi W.S., Nazar L. 2019. Capung Kelola Sendang: Mengumpulkan yang terserak, Merawat yang tersisa. Zoological Society of London.

Fitria F., Hidayati N.A., Franata A.Y., Saputra H.M., Afriyansyah B. 2019. Komposisi Odonata di Kabupaten Bangka Selatan. Ekotonia: Jurnal Penelitian Biologi, Botani, Zoologi dan Mikrobiologi Vol 04 (2): 31-36.

Kusumaningrum,A.T.,Henri,&Saputra,H.M.(2022).Odonata Diversity At The Mount Permisan Natural Tourism Park South Bangka Regency, Bangka Belitung, Biolink: Jurnal Biologi Lingkungan, Industri dan Kesehatan. Vol 9 (1): Hal 66-75.

Hanum, S.O., Siti S., Dahelmi. 2013. Jenis-jenis Capung (Odonata) di kawasan Taman Satwa Kandi Sawahlunto, Sumatra Barat. Jurnal Biologi Universitas Andalas. Vol 2 (1): 71-76.

Laily Z., Rifqiyati N., Kurniawan A.P. 2018. Keanekaragaman Odonata pada Habitat Perairan dan Padang Rumput di Telaga Madirda. Jurnal MIPA Vol 41 (2): 105-110.

Pujiastuti Y., Windusari Y., Agus M. 2017. The distribution and composition of Odonata (Dragonfly and Damselfly) in Sriwijaya University, Inderalaya Campus South Sumatra, Journal of Biological Researches Vol 23 (1): 1-5.

Widjaja E.A, Rahayuningsih Y., Rahajor J.S, Ubaidillah R., Maryanto I., Walujo E.B, Semiadi G. 2014. Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia 2014. Jakarta: LIPI Press.

Wijayanto A.G. 2017. Studi Komunitas dan Habitat Odonata di Kawasan Obyek Wisata Air Terjun Setawing Kulon Progo DIY. [skripsi]. Program Studi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.





Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment