KUCING EMAS PULAU PANAS
Oleh: Octavia Susilowati

By Admin BKSDA Sumsel 11 Mar 2023, 06:15:59 WIB Fauna
KUCING EMAS PULAU PANAS

Kucing liar di dunia terdapat sekitar 36 jenis (Macdonald et al. 2010 dalam Subagyo et al. 2013), dan 8 diantaranya berada di Indonesia. Dari 8 jenis tersebut, 7 jenis merupakan kucing liar yang teridentifikasi di wilayah Sumatera (Nowell & Jackson 1996, Sunquist & Sunquist 2002 dalam Subagyo et al. 2013). Hanya jenis Panthera pardus melas (macan tutul) yang merupakan jenis kucing liar yang tidak ditemukan di wilayah Sumatera.

Berdasarkan data The International Union for Conservation of Nature’s Red List of Threatened Species (IUCN), terdapat 5 kucing liar di Indonesia yang mengalami resiko kepunahan yaitu satwa dengan status Endangered dan Vulnerable. Kelima spesies kucing liar yang mengalami resiko kepunahan sebagai akibat populasinya di alam mengalami penurunan antara lain Neofelis diardi, Panthera pardus melas, Panthera tigris sumatrae, Prionailurus planiceps, dan Prionailurus viverrhinus. Sementara data dari The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), 7 jenis kucing liar di Indonesia masuk dalam kategori Appendix I, yang artinya segala bentuk perdagangan internasional terhadap ketujuh jenis tersebut dinyatakan sebagai tindakan yang terlarang/ ilegal. Hanya jenis Prionailurus viverrhinus yang masuk dalam kategori Appendix II, yang artinya perdagangan terhadap jenis ini diperbolehkan sepanjang memenuhi aturan pembatasan yang diberlakukan oleh Negara, karena apabila tidak dilakukan pembatasan maka dikhawatirkan akan terjadi kepunahan di masa yang akan datang.

Tabel 1. Jenis Kucing dilindungi di Indonesia

Baca Lainnya :



Perdagangan illegal terhadap kucing liar di dunia internasional masih kerap terjadi. Para penyelundup memanfaatkan pangsa pasar internasional khususnya di bidang pengobatan tradisional Cina yang menggunakan tulang kucing emas (Catopuma temminckii) sebagai pengganti tulang harimau (Nowell, 2001).

Kucing Emas Asia (Catopuma temminckii) merupakan salah satu spesies kucing liar yang keberadaannya di alam sangat sulit dijumpai. Hal ini dikarenakan satwa jenis ini termasuk dalam jenis satwa yang bersifat elusive, sekretif, nokturnal dan cenderung menghindari perjumpaan dengan manusia. Kucing Emas Asia (Catopuma temminckii)  hidup di seluruh Asia Tenggara, mulai dari Bangladesh, Bhutan, Kamboja, Cina, India, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Nepal, Thailand, Vietnam. Di wilayah Sumatera Selatan, kawasan konservasi yang teridentifikasi sebagai habitat dari spesies dilindungi ini adalah kawasan Suaka Margasatwa (SM) Isau-Isau dan Taman Nasional Kerinci Seblat. Keberadaan spesies ini di kawasan SM Isau-Isau diperoleh melalui pemasangan camera trap yang dilakukan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Selatan (Balai KSDA Sumsel) melalui Seksi Konservasi Wilayah (SKW) II Lahat.

Catatan terbaru temuan kucing emas (Catopuma temminckii)  di wilayah Sumatera Selatan adalah di wilayah lanskap Jambul Nanti Patah, area Pulau Panas. Dari hasil pemasangan kamera trap di wilayah lanskap Jambul Nanti Patah, diperoleh gambar kucing emas (Catopuma temminckii) yang melintas di area Pulau Panas. Hasil rekaman camera trap tersebut merupakan berita yang sangat menggembirakan bagi dunia konservasi karena jumlah habitat kucing emas (Catopuma temminckii) yang diketahui di Pulau Sumatera bertambah. Dengan diketahuinya suatu wilayah merupakan habitat satwa liar terancam punah akan memberikan informasi kepada pengelola untuk melakukan upaya-upaya konservasi agar kepunahan satwa jenis kucing emas (Catopuma temminckii) khususnya di wilayah Sumatera Selatan dapat dihindari.


Lanskap Jambul Nanti Patah merupakan kawasan hutan yang terdiri dari kelompok hutan Bukit Jambul Gunung Patah-Bukit Jambul Asahan-Bukit Nanti-Mekakau telah ditetapkan sebagai Hutan Lindung (HL) berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan No 410/Kpts-II/1986 tanggal 29 Desember 1986 tentang Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) dan ditegaskan Kembali sebagai hutan lindung berdasarkan SK Menhut No.76/Kpts-II/2001 tanggal 15 Maret 2001. Kemudian sesuai Keputusan Menhut No SK.866/Menhut-II/2014 tanggal 29 September 2014, beberapa bagian kawasan diubah menjadi APL untuk mengakomodir usulan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Sumatera Selatan (Susilowati et al. 2016).

Kawasan hutan Jambul Nanti Patah dengan luas 282.727 hektar berada pada ketinggian 125 – 2.500 meter dari atas permukaan laut (m dpl). Kawasan ini merupakan  bagian dari Jalur Bukit Barisan sehingga wilayah hutannya termasuk ke dalam tipe hutan dataran rendah, tipe submontana (sub pegunungan atau disebut juga hutan pegunungan bawah dengan ketinggian  1000 – 1.500 mdpl) dan montana (hutan pengunungan atas dengan ketinggian  antara 1.500-2.400 mdpl (Van Steenis, 2006 dalam Maharsi et al. 2020).

Maharsi et al. (2020) menyatakan bahwa vegetasi pada hutan sekunder didominasi oleh mahang (Macaranga sp.), puspa (Schima walichii), jambu-jambuan (Syzigium sp.), kayu Ara (Ficus sp.), kayu Manis (Cinnamomum sp.), sengon laut (Albizia falcataria). Untuk kawasan hutan pegunungan sub montana didominasi dari kelompok famili Fagaceae seperti beberapa jenis kayu pasang (Castanopsis sp.), Lithocarpus sp., Quercus sp., kelompok medang-medangan (Litsea sp.), medang catik (Cryptocarya griffitiana), kayu munil (Elaeocarpus sp.), Cikru (Schima sp.), lengkenai (Dacrycarpus imbricatus), Aporosa sp., pakis pohon (Cyathea sp). Sedangkan jenis tumbuhan bawah yang banyak dijumpai adalah dari kelompok paku-pakuan seperti paku resam (Gleichenia linearis), Nephrolepis sp., paku (Lycopodium sp.), Lygodium sp, gegantang (Rubuss orbifolius), simba (Asplenium sp.), berbagai jenis begonia (Begonia sp.), benalu (Loranthus sp.), dan rotan (Calamus sp.). Keberadaan hutan sekunder di area lanskap Jambul Nanti Patah penting sebagai habitat kucing emas (Catopuma temminckii) dan jenis Felidae lainnya. Azlan dan Sharma (2006) menyatakan bahwa keberadaan hutan sekunder berperan penting dalam konservasi jangka panjang jenis Felidae.




Kucing emas (Catopuma temminckii) merupakan jenis kucing yang keberadaannya sangat sulit ditemui di alam, dan diperkirakan populasinya terus mengalami penurunan sebagai akibat terganggunya kawasan yang menjadi habitat dari kucing liar ini. Kucing emas (Catopuma temminckii) merupakan jenis kucing yang beraktivitas cenderung pada malam hari dan bersifat soliter atau menyendiri. Kucing ini memiliki ukuran medium dengan panjang total 80 cm dengan berat 11 kg pada saat dewasa. Kucing emas (Catopuma temminckii)  merupakan satwa karnivora yang memburu makanannya dengan menyergap mangsanya dan dengan warna bulu coklat kemerahan membantu dirinya untuk berkamuflase dengan lantai hutan. Mangsa utama kucing emas (Catopuma temminckii)  merupakan mamalia berukuran sedang seperti ular, tupai, kelinci, kancil (Tragulus kanchil), kijang (Muntiacus muntjak), anak rusa (Rusa unicolor) dan berbagai jenis burung. Kucing emas (Catopuma temminckii) juga merupakan jenis kucing yang dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor; P.106/ MENLHK/ SETJEN/KUM.1/12/2018.

Beberapa laporan menyebutkan bahwa kucing emas (Catopuma temminckii) dapat hidup di hutan dataran rendah sampai dengan dataran tinggi. Namun beberapa studi di Sumatera menunjukkan bahwa kucing emas (Catopuma temminckii) cenderung ditemukan di hutan perbukitan (Subagyo et al. 2013). Sunarto (2011) dalam Subagyo et al. (2013) melaporkan bahwa kucing emas (Catopuma temminckii) ditemukan di wilayah dengan ketinggian di atas 100 m dpl (rata-rata 245,8 m dpl). Hal ini sebagaimana yang ditemukan di wilayah Sumatera Selatan, tepatnya di Lanskap Jambul Nanti Patah area Pulau Panas yang berada pada ketinggian di atas 100 m dpl. Beberapa wilayah sebaran kucing emas (Catopuma temminckii) di Sumatera sebagaimana disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Wilayah Sebaran Kucing Emas (Catopuma temminckii) di Pulau Sumatera



Haidir et al. (2013) dalam Tawaqal (2018), menjelaskan okupansi kucing emas (Catopuma temminckii) dipengaruhi oleh elevasi, area studi, dan jarak ke tepi hutan. Semakin tinggi elevasi peluang terdeteksi satwa ini semakin besar. Hal ini karena semakin tinggi elevasi, daerah tersebut semakin berbukit. Sehingga mempermudah satwa dari famili Felidae dalam mengikuti pergerakan satwa mangsanya yang biasa bergerak di sepanjang punggungan bukit (Afnan 2009 dalam Tawaqal 2018). Tawaqal (2018) menyatakan bahwa penggunaan habitat oleh kucing emas (Catopuma temminckii) lebih tinggi di daerah-daerah tepi kawasan. Habitat di tepi kawasan seringkali digunakan oleh herbivora untuk mencari pakan. Ketersediaan rumput di daerah tepi yang melimpah akan menarik jenis satwa herbivora untuk menggunakannya sebagai lokasi mencari pakan (feeding site). Hal inilah yang kemudian pada akhirnya akan menarik jenis satwa karnivora untuk mencari satwa mangsa di daerah tepi.

Balai KSDA Sumatera Selatan selaku Unit Pelaksana Teknis yang berada di bawah Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, yang salah satu tugas pokok dan fungsinya adalah melaksanakan konservasi keanekaragaman hayati, terus berupaya di dalam melaksanakan konservasi spesies baik di tingkat ekosistem, spesies, dan genetik di dalam ataupun di luar kawasan konservasi. Sebagaimana tugas pokok dan fungsinya tersebut, Balai KSDA Sumsel kemudian mencoba menerapkan konsep koridor satwa yang memungkinkan adanya keterhubungan antara area kawasan konservasi dengan area di luar kawasan konservasi yang bernilai konservasi tinggi untuk menghindari terjadinya fragmentasi habitat satwa. Dan salah satunya adalah koridor satwa di lanskap Jambul Nanti Patah. Upaya konservasi dan penelitian di Sumatera khususnya di Sumatera Selatan kedepan harus menargetkan spesies di dalam dan di luar kawasan lindung untuk menghindari fragmentasi dan isolasi populasi (Shi et al. 2005, Haidir et al. 2020 dalam Haidir 2020).

DAFTAR PUSTAKA

Haidir. 2020. Sumatran mesocarnivores: small-medium sized wild felids of the Kerinci Seblat Landscape. [thesis]. University of Oxford.

Maharsi M.P.K., Setiawan D., Syarifah, Pragustiandi G., Aprillia I., Nurrudin W., Jundana A.F., Adib M.F. 2020. Potensi Keanekaragaman Hayati di Kantong Habitat Jambul Nanti Patah Provinsi Sumatera Selatan. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Selatan. Palembang.

Nowell, K. (2001). Status and Conservation of the Felidae. Handbook of the Mammals of the World, 1.

Putri R.A.A., Mustari A.H., Ardiantiono. 2017. Keanekaragaman Jenis Felidae menggunakan Camera Trap di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Jurnal Pendidikan Hutan dan Konservasi Alam Vol 14 (1) : 21-34

Subagyo A., Yunus M., Sumianto, Supriatna J., Andayani N., Mardiastuti A., Sjahfirdi L., Yasman, Sunarto. 2013. Survei dan Monitoring Kucing Liar (Carnivora: Felidae) di Taman Nasional Way Kambas, Lampung, Indonesia.

Supardi A. (2021). “Kucing Emas Satwa Misterius di Lebatnya Hutan Sumatera”.https://www.mongabay.co.id/2021/03/18/kucing-emassatwa-misterius-di-lebatnya-hutan-sumatera/. Diakses pada 5 Pebruari 2023.

Susilowati O., Mahanani A.I., Yustian I., Setiawan D., Sumantri H. 2016. Identifikasi dan Pemetaan Kantong-Kantong Habitat Gajah dan Harimau di Sumatera Selatan. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya. Indralaya.

Tawaqal F., Supartono T., Nasihin I. 2018. Distribusi dan Penggunaan Habitat Empat Spesies Felidae di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Wanaraksa Vo 12 (2).








Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment