GPS COLLAR SEBAGAI ALAT ALTERNATIF STUDI PERGERAKAN HARIMAU SUMATERA Panthera tigris sumatrae
Oleh : Octavia Susilowati

By Admin BKSDA Sumsel 29 Des 2022, 08:29:29 WIB Fauna
GPS COLLAR SEBAGAI ALAT ALTERNATIF STUDI PERGERAKAN HARIMAU SUMATERA Panthera tigris sumatrae

Informasi mengenai ekologi satwaliar sangat diperlukan di dalam melakukan upaya konservasi suatu spesies. Demikian pula halnya apabila satwa yang menjadi target konservasi adalah harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae). Beberapa aspek ekologi satwaliar yang sangat penting untuk diketahui adalah di mana satwaliar tersebut berada, mengapa satwa tersebut ada di lokasi tersebut, kemana kemungkinan satwa tersebut akan menuju (Aarts 2008).

Salah satu alat yang mulai banyak digunakan di dalam upaya seleksi habitat dan pergerakan satwaliar dalam kurun waktu 10 tahun terakhir adalah GPS (Global Positioning System) Collar (Edwards et al. 2001, Coelho et al. 2008). Global Positioning System collars merupakan suatu alat yang relatif baru yang dapat digunakan oleh pengelola satwaliar dan peneliti serta memberikan berbagai keuntungan ketika memonitor pergerakan dan aktivitas mamalia besar terestrial (Johnson et al. 2002). Johnson & Ganskapp (2008) menyatakan bahwa tantangan di dalam studi perilaku satwa dengan menggunakan GPS collars adalah pemilihan interval sampel yang sesuai untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Penggunaan GPS Collar dimaksudkan untuk memberikan informasi lokasi satwa yang diamati secara tepat pada kondisi spasial dan temporal (Frair et al. 2004, Hebblewhite et al. 2007, McKenzie et al. 2009).

Valeix et al. (2010) menyatakan bahwa ciri-ciri habitat yang dapat menentukan penyebaran mangsanya berpengaruh terhadap ekologi spasial dan pergerakan satwa predator. Global Positioning System collars dapat memberikan pengetahuan yang mendalam mengenai pergerakan dalam skala kecil; perilaku yang jarang diketahui seperti migrasi; aktivitas pada saat malam hari; dan pada saat kondisi cuaca buruk (Johnson 2000 dalam Johnson et al. 2002). Global Positioning System collar merupakan suatu teknologi yang sedang berkembang (Rodgers & Anson 1994 dan Rodgers et al. 1996 dalam Johnson & Ganskapp 2008). Global Positioning System Collar tersebut digunakan untuk memonitor perjalanan (Brosh et al. 2006 dalam Johnson & Ganskapp 2008); aktivitas (Ungar et al. 2005); dan penggunaan sumberdaya oleh satwa mamalia sedang sampai besar (Mourao & Medri 2002, Bailey et al. 2006 dalam Johnson & Ganskapp 2008). Global Positioning System Collar dipandang sebagai alat yang memberikan keuntungan di dalam studi telemetri satwaliar dikarenakan memiliki kelebihan antara lain memiliki tingkat akurasi yang tinggi dan menginformasikan lokasi satwa dengan tepat, serta reliabilitas yang tinggi di dalam menentukan lokasi satwa dalam segala kondisi di sepanjang waktu (Edenius 1997). Penggunaan GPS Collar memungkinkan diketahuinya posisi satwaliar di suatu lokasi secara terus menerus dan otomatis (Ungar et al. 2005).

Baca Lainnya :

Penggunaan GPS collars memiliki kelebihan antara lain memiliki kemampuan untuk mengumpulkan data dalam jumlah banyak dengan penekanan biaya yang cukup signifikan, lebih aman bagi peneliti dan tanpa adanya bias secara temporal yang berhubungan dengan kondisi suhu dan cuaca (Springer 1979, Beyer & Haufler 1994 dalam Johnson et al. 2002). Biggs et al. (2001) menyatakan bahwa GPS collar dapat diprogram untuk mendapatkan kepastian secara otomatis, memiliki problema statistik yang lebih sedikit, dan lebih ekonomis dikarenakan adanya perolehan data jangka panjang. Menurut Gamo et al. (2000), GPS collar merupakan suatu alat yang memudahkan para ahli biologi di dalam mendapatkan lokasi satwa yang diamati secara lebih akurat dan sistematis. Di samping beberapa kelebihan tersebut, penggunaan GPS collar juga terdapat kekurangan yaitu kerapatan vegetasi dan topografi yang curam akan mengurangi kemampuan GPS collar untuk mencapai lokasi (Gamo et al. 2000). Tutupan vegetasi yang rapat akan menghalangi sinyal dari satelit ke GPS radio collars sehingga pada akhirnya akan mengurangi keakuratan data yang diperoleh. Global Positioning System collars juga memiliki kekurangan antara lain dibutuhkannya waktu yang lama dalam operasional di lapangan serta dana yang cukup besar untuk pemeliharaannya (Johnson et al. 2002).

Penelitian yang dilakukan Priatna (2012) menunjukkan bahwa bentuk pergerakan harimau di dalam daerah jelajahnya adalah zig zag, yang dimungkinkan oleh adanya pemilihan jalan lintasan di dalam pergerakannya. Sunquist (2010) menyatakan bahwa jalan lintasan yang paling sering digunakan oleh harimau sumatera adalah jalan bekas logging, jalan setapak, dan alur-alur sungai di dalam hutan di wilayah perburuan satwa mangsanya.

Pemasangan GPS Collar pada satwaliar target yang diamati merupakan metode yang dapat digunakan untuk mengetahui luas daerah jelajah harimau sumatera secara lebih akurat dibandingkan dengan metode sebelumnya yaitu camera trapping dan radio tracking. Kedua metode tersebut memiliki kelemahan yaitu adanya kemungkinan kesalahan di dalam penempatan kamera perangkap dan sulitnya mendapatkan sinyal dari radio tracker sebagai akibat menjauhnya satwa target dari wilayah studi. GPS Collar yang dipasang pada satwa target diprogram untuk terlepas secara otomatis (auto released) setelah masa kerjanya habis.

Beberapa penelitian tentang pergerakan maupun seleksi habitat dengan menggunakan GPS collar sebagai alat bantunya telah dilakukan pada beberapa jenis satwa antara lain studi perilaku moose Alces alces (Moen et al. 1996; Rodgers & Anson 1994, Rempel et al. 1995, Dussault et al. 1999, Girard et al. 2002 dalam Ungar et al. 205), studi pergerakan serigala Canis lupus (Merril et al. 1998, Merril & Mech 2000), studi pergerakan rusa ekor putih Odocoileus virgianus (Merril et al. 1998; Blanc & Brelurut 1997, Bowman et al. 2000 dalam Ungar et al. 2005), penelitian mengenai home range elk (Biggs et al. 2001), studi beruang Grizzly Ursus arctos (Gau et al. 2004), studi pergerakan, distribusi dan seleksi habitat pada caribou Rangifer tarandus caribou (Johnson et al. 2002), studi pergerakan gajah (Blake et al. 2001 dalam Ungar et al. 2005).

Penelitian mengenai pergerakan harimau sumatera dengan menggunakan GPS Collar di Indonesia pertama kali dilakukan oleh Priatna (2012) di kawasan hutan Ulu Masen Aceh. Pemasangan GPS Collar tersebut dilakukan pada harimau sumatera yang ditranslokasikan dari wilayah konflik ke kawasan hutan Ulu Masen Aceh. Pada perkembangannya, penggunaan GPS collar telah dilakukan pada beberapa harimau sumatera di wilayah Taman Nasional Sembilang dan Taman Nasional Berbak. Pada tahun 2013 pernah dilakukan percobaan pemasangan GPS Collar pada harimau sumatera di kawasan SM Dangku, tetapi hal ini gagal dilakukan.
Penggunaan GPS collar di dalam studi pergerakan satwaliar khususnya harimau sumatera digunakan untuk mengetahui bagaimana pergerakan, daerah jelajah, pola aktivitas, dan pemilihan habitat harimau sumatera. Pengetahuan yang tepat mengenai berbagai hal tersebut akan sangat membantu di dalam upaya pelestarian satwa khususnya harimau sumatera dan sekaligus satwa mangsanya. Hal ini disebabkan harimau sumatera cenderung melakukan pemilihan habitat yang memiliki kepadatan populasi satwa mangsa yang tinggi. Berbagai informasi yang diperoleh melalui pemasangan GPS collar tersebut secara tidak langsung juga memperlihatkan keberadaan satwa mangsa harimau di daerah jelajah harimau.

Kondisi medan dan tutupan vegetasi dapat mengurangi kemungkinan GPS collar mendapatkan sinyal dari satelit yang diperlukan untuk menentukan suatu lokasi (Edenius 1997; Rempel, Rodgers & Abraham 1995, Moen et al. 1996, , Dussault et al. 1999 dalam Johnson et al. 2002). Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Biggs et al. (2001) terhadap elk dengan menggunakan metode Multiple Regresion Analysis menunjukkan bahwa karakteristik daerah jelajah dari elk tidak dipengaruhi secara signifikan oleh tutupan vegetasi dan kemiringan lahan. Hal ini berarti bahwa bagaimanapun bentuk tutupan vegetasi maupun tingkat kemiringan lahan suatu wilayah tidak akan menyebabkan data yang diperoleh dari GPS Collar menjadi bias. Secara umum, diameter yang lebar, vegetasi yang rapat dan tinggi serta topografi yang curam akan mengurangi tangkapan sinyal dari satelit (Edenius 1997; Rempel et al. 1995, Moen et al. 1996, 1997, Rempel & Rodgers 1997, Dussault et al. 1999, Bowman et al. 2000 dalam Johnson et al. 2002)

Ungar et al. (2005) menyatakan bahwa error pada GPS akan menyebabkan terjadinya bias antara jarak dengan kecepatan sehingga menyebabkan kesalahan di dalam klasifikasi aktivitas satwa dan kesalahan di dalam merepresentasikan jarak tempuh satwa. Bias merupakan perbedaan yang terjadi antara jarak yang diukur di lapangan dengan jarak yang ditentukan melalui koordinat dari GPS di sepanjang grid survei (Ganskopp & Johnson 2007). Lokasi yang dapat dicapai oleh collars ini bervariasi antara 100 m sampai dengan 1000 m dari lokasi aktual satwa (Rodgers & Anson 1994 dalam Gamo et al. 2000). Menurut Rempel et al. (1995) dalam Gamo et al. (2000), jarak tersebut merupakan jarak yang kurang memenuhi standar skala terbaik di dalam studi habitat satwa. Lokasi yang baik tergantung pada kemampuan satelit dan kemungkinan dipengaruhi oleh aktivitas satwa, topografi dan karakteristik vegetasi (Gerlach & Jasumback 1989, Rempel et al. 1995, Moen et al. 1996, Rumble & Lindzey 1997 dalam Gamo et al. 2000).

Visibilitas dari satelit dalam berbagai variasi vegetasi maupun tipe topografi dan kecenderungan satwa untuk menghindar (secretive animals) di dalam penggunaan area dengan tutupan vegetasi yang rapat berpengaruh terhadap ketepatan lokasi GPS meskipun lokasi tersebut merupakan lokasi yang representatif. Topografi dan tutupan vegetasi, basal area dan ketinggian pohon akan mengurangi kemungkinan GPS collar memperoleh sinyal dari satelit (Moen et al. 1996, Dussault et al. 1999, Licoppe & Lievens 2001, D’Eon et al. 2002, Di Orio et al. 2003 dalam Gau et al. 2004).

Penggunaan GPS collar pada satwa ungulata besar sangat mahal sehingga keuntungan penggunaan collar tersebut tergantung pada banyaknya lokasi satwa yang terdeteksi secara tepat. Lokasi dalam bentuk 3D lebih bermanfaat dibandingkan dengan 2D ketika ingin menjelaskan data habitat. Moen et al. (2001) menyatakan bahwa interpretasi penggunaan habitat (habitat use) oleh satwa berdasarkan data dari GPS collar akan menjadi bias apabila aktivitas dari satwa yang memakai GPS Collar mempengaruhi kemungkinan lokasi yang dapat ditemukan. Meskipun aktivitas satwa akan mengakibatkan terjadinya bias, GPS telemetri merupakan metode yang paling tepat untuk menentukan lokasi dari mamalia besar. Johnson & Ganskapp (2008) menyatakan bahwa meskipun GPS collar merupakan alat yang telah terbukti untuk menghitung penggunaan sumberdaya, pola aktivitas dan perjalanan yang dilakukan oleh satwaliar di alam, pengelola kawasan konservasi yang menjadi habitat satwa terancam punah harimau sumatera ini harus mempertimbangkan permasalahan memori dan baterai yang digunakan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui bahwa penggunaan interval durasi antara 5 – 10 menit akan meningkatkan durasi aktif GPS collar antara 15 sampai dengan 30 hari. Hasil penelitian tersebut dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi para peneliti atau pengelola kawasan konservasi yang menginginkan adanya informasi mengenai pergerakan satwa target untuk menentukan interval sampling sehingga dapat memaksimalkan informasi yang didapat dan meminimalisir terjadinya spasial error.

DAFTAR PUSTAKA

Aarts G, MacKenzie M, McConnell B, Fedak M, Matthiopoulus J. 2008. Estimating space use and habitat preference from wildlife telemetry data. Ecography 31: 140-160.

Biggs JR, Bennett KD, Fresquez PR. Relationship between home range characteristics and the probability of obtaining successful global positioning system (gps) collar positions for elk in new mexico 2001. Western North American Naturalist 61: 213–222.

Coelho CM, deMelo LFB, Sabato MAL, Magni EMV, Hirsch A, Young RJ. 2008. Habitat use by wild maned wolves (Chrysocyon brachyurus) in transition zone environment. Journal of Mammalogy 89: 97-104.

Edenius L. 1997. Field test of a GPS location system for moose Alces alces under Scandinavian boreal conditions. Wildlife Biology 3:39-43.

Edwards GP, de Preu N, Shakeshaft BJ, Crealy IV, Paltridge RM. 2001. Home range and movements of male feral cats (Felis catus) in a semiarid woodland environment in central Australia. Austral Ecology 26: 93-101.

Frair JL, Nielsen SE, Merril EH, Lele SR, Boyce MS, Munro RHM, Stenhouse GB, Beyer HL. 2004. Removing GPS collar bias in habitat selection studies. Journal of Applied Ecology 41: 201-212.

Gamo RS, Rumble MA, Lindzey F, Stefanich M. 2000. GPS Radio Collar 3D Performance as Influenced by Forest Structure and Topography. Di dalam : Eiler JH, Alcorn DJ, Neuman MR, editor. Proceedings of the 15th International Symposium on Biotelemetry; Juneau, Alaska USA, 9-14 May 2000. [terhubung berkala]. http:// www.fs.fed.us/ rm/pubs_other/ rmrs_2000_gamo_r001.pdf. [3 Januari 2013].

Ganskopp DC, Johnson DD. 2007. GPS error in studies addressing animal movements and activities. Rangeland Ecology Management 60: 350-358.

Gau RJ, Mulders R, Ciarniello LM, Heard DC, Chetkiewicz CLB, Boyce M, Munro R, Stenhouse G, Chruszcz B, Gibeau ML, Milakovic B, Parker KL. 2004. Uncontrolled field performance of Televilt GPS-SimplexTM collars on grizzly bears in western and northern Canada. Wildlife Society Bulletin 32:693-701.

Hebblewhite M, Percy M, Merril EH. 2007. Are all global positioning system collars created equal?: correcting habitat-induced bias using threebrands in the central Canadian Rockies. Journal of Wildlife Management 71: 2026-2033.

Johnson CJ, Heard DC, Parker KL. 2002. Expectations and realities of GPS animal location collars: results of three years in the field. Wildlife Biology 8: 153-159.

Johnson DD, Ganskapp DC. 2008. GPS collar sampling frequency: effects on measures of resource use. Rangeland Ecology Management 61: 226-231.

McKenzie HW, Jerde CL, Visscher DR, Merril EH, Lewis MA. 2009. Inferring linear feature use in the presence of GPS measurement error. Environmental and Ecological Statistics 16: 531-546.

Merril SB, Adams LG, Nelson ME, Mech LD. 1998. Testing releasable GPS radiocollars on wolves and white tailed deer. Wildlife Society Bulletin 26: 830-835.

Moen R, Pastor J, Cohen Y. 1996. Interpreting behavior from activity counters in GPS collars on moose. Alces 32: 101-108.

Moen R, Pastor J, Cohen Y. 1996. Effects of animal activity on GPS telemetry location attempts. Alces 37: 207-216.

Priatna D. 2012. Pola penggunaan ruang dan model kesesuaian habitat harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae Pocock 1929) pasca translokasi berdasarkan pemantauan kalung GPS [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Sunquist ME. 2010. Tigers : Ecology and Behavior. Di dalam Nyhus PJ, Tilson RL, editor. Tigers of the World: The Biology, Politics, and Conservation of Panthera tigris. Edisi ke-2. New York: Elsevier/ Noyes Publication. hlm 19-33.

Ungar ED, Henkin Z, Gutman M, Dolev A, Genizi A, Ganskopp D. 2005. Inference of animal activity from GPS collar data on free ranging cattle. Rangeland Ecology and Management 58: 256-266.

Valeix M, Loveridge AJ, Davidson Z, Madzikanda H, Fritz H, MacDonald DW. 2010. How key habitat features influence large terrestrial carnivores movement: waterholes and African lions in a semi arid savanna of north-western Zimbabwe. Landscape Ecology 25: 337-351.




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment