CEGAH PENYEBARAN ASIAN SWINE FEVER, BKSDA SUMSEL MENJADI TUAN RUMAH BIMTEK PROTOKOL BIOSECURITY

By Admin BKSDA Sumsel 25 Jul 2022, 19:04:07 WIB Kegiatan
CEGAH PENYEBARAN ASIAN SWINE FEVER, BKSDA SUMSEL MENJADI TUAN RUMAH BIMTEK PROTOKOL BIOSECURITY

Palembang (21/7) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Selatan (BKSDA Sumsel) menjadi tuan rumah dalam kegiatan Bimbingan Teknis Protokol Biosecurity dan Pengambilan Sampel Biologis dalam Rangka Penanganan Penyakit Menular Satwa Liar yang diadakan oleh Forum Harimau Kita (FHK) berkolaborasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik (KKHSG). Kegiatan dilaksanakan di Batiqa Hotel, Palembang pada tanggal 19-20 Juli 2022. Bimbingan teknis ini dilaksanakan di 2 sub region, Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) dan Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel). Untuk lingkup Sumbagut sebelumnya sudah dilaksanakan di Kota Medan.

Peserta yang ikut dalam kegiatan ini berasal dari 2 lingkup, yaitu Unit Pelaksana Teknis (UPT) lingkup KLHK dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)/Non Government Organization (NGO). Untuk UPT Lingkup KLHK yang turut hadir dalam acara Bimtek antara lain Balai Besar TN (BBTN) Kerinci Seblat, BBTN Bukit Barisan Selatan, BKSDA Jambi, BKSDA Sumatera Selatan, BKSDA Bengkulu-Lampung, BTN Berbak & Sembilang, BTN Bukit Dua Belas dan BTN Way Kambas. Sementara LSM yang turut hadir antara lain Yayasan Program Konservasi Harimau Sumatera (PKHS), Yayasan Konservasi Satwa Liar Indonesia (YKSLI), Wildlife Conservation Society Indonesia Programme (WCS IP) dan Fauna and Flora International FFI Indonesia Programme (FFI IP).

Kegiatan dimulai dengan sambutan dari Ketua Forum Harimau Kita (FHK), yaitu drh. Erni Suyanti. Kemudian dilanjutkan dengan sambutan kedua oleh Kepala Balai KSDA Sumatera Selatan selaku tuan rumah, yaitu Bapak Ujang Wisnu Barat, S. Hut., M. Sc., M. Si. Sambutan ketiga sekaligus peresmian dibukanya acara oleh Ibu Badiah, S. Si., M. Si. (Kepala Sub Direktorat Pengawetan Spesies dan Genetik) yang dalam hal ini mewakili drh. Indra Exploitasia, M. Si (Direktur KKHSG).

Baca Lainnya :

Sebelum dimulainya materi, panitia mengadakan pretest untuk menilai pengetahuan awal peserta terkait materi yang akan di sampaikan. Materi pertama disampaikan oleh Bapak Ratmoko Eko Saputro (FAO ECTAD Indonesia), yang memaparkan tentang Ancaman Penyakit Menular Satwa Liar, African Swine Fever (ASF) sebagai studi kasus kemudian dilanjutkan dengan diskusi. Materi kedua disampaikan oleh drh. GPC Sarai Silaban (Medik Veteriner, BVet Medan) terkait Petunjuk Keamanan Biologis (Biosecurity) Bagi Petugas Lapangan dalam Penanganan Penyakit Menular dan dilanjutkan dengan sesi diskusi

Kemudian pada hari berikutnya, kegiatan dibuka dengan penyampaian materi oleh drh. GPC Sarai Silaban, dengan materi Prosedur Pengambilan Sampel Biologis untuk tujuan analisis dan dilanjutkan sesi diskusi.

Materi berikutnya disampaikan oleh Bapak drh. Dedi Candra dari Direktorat KKHSG terkait Alur Informasi dan Pelaporan Atas Temuan Kasus Penyakit Menular Satwa Liar. Penyampaian materi dan diskusi materi dilakukan secara


.

Berikutnya adalah penyampaian materi sekaligus praktik oleh drh. GPC Sarai Silaban di Resort Punti Kayu. Narasumber meminta dua orang sebagai relawan untuk melakukan praktik. Kegiatan yang dilakukan terdiri dari :

a. Praktik pengambilan sampel biologis untuk penyakit ASF bagi tim lapangan.

b. Prosedur pemusnahan bangkai untuk penerapan di lapangan.

c. Praktik implementasi biosekuriti setelah pengambilan sampel biologis.

African Swine Fever (ASF) merupakan penyakit menular pada spesies babi yang disebabkan oleh African Swine Fever Virus (ASFV). Penyakit ini tidak dapat menular kepada spesies lain (non-Zoonosis), yang artinya tidak berbahaya bagi manusia. Virus ini pertama kali ditemukan di Kenya pada tahun 1921. Sedangkan kasus pertama di Indonesia ditemukan pada tahun 2019 di Sumatera Utara.

Penyakit ini sangat berbahaya bagi babi, dengan kematian mencapai angka 90-100%. Proses penularan dapat terjadi melalui kontak langsung maupun tidak langsung. Virus ini dapat bertahan di suhu rendah, juga dalam suasana pH 3,9-11,5.

ASF Virus dapat dimatikan dengan cara dipanaskan atau dimasak dengan suhu 70°C selama minimal 30 menit. ASF Virus dapat juga dimatikan dengan menggunakan cairan desinfektan seperti hipoklorit (klorin 2,3%) selama 30 menit, dapat juga menggunakan produk bayclin dengan campuran air pada perbandingan 1:4.

Setelah selesai praktik, panitia mengadakan post test untuk menilai sejauh mana pemahaman peserta setelah tersampaikannya seluruh materi yang telah diikuti. Kemudian panitia membagikan reward/merchandise bagi peserta teraktif dan peserta ter-improve. Panitia juga memberikan 1 set alat bedah kepada setiap perwakilan instansi yang hadir. Harapannya kegiatan bimbingan teknis yang dilakukan dapat bermanfaat bagi para teknisi di lapangan dalam menangani kasus ASF atau kasus serupa.





Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment